Minggu, 31 Mei 2015

Mengintip Sistem Pendidikan di Jepang





Bangsa yang besar adalah bangsa yang berkomitmen membangun sektor pendidikannya. Sejarah pun telah membuktikan bahwa negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Yunani dan negara-negara maju lainnya, membangun bangsa dengan tahapan perdananya berorientasi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta menghargai berkembangnya ilmu pengetahuan.

Dalam kesempatan ini, kita akan mencoba mengkaji system pendidikan di Jepang. Jepang dipilih karena keunggulan yang dimiliki dalam sistem pendidikannya dan saat ini, Jepang  merupakan salah satu negara di Asia dengan sistem pendidikan terbaik. Tahun 1970 sistem pendidikan Jepang sudah mampu mencapai tujuan-tujuan yang dicanangkan, dalam waktu “hanya” sekitar 25 tahun.

Tingkatan pendidikan di Jepang sama dengan di Indonesia yaitu dengan menggunakan sistem 6-3-3 (6 tahun SD, 3 tahun SMP, tiga tahun SMA) dan Perguruan Tinggi. Pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama digolongkan sebagai Compulsory Education dan Sekolah Menengah Atas digolongkan sebagai Educational Board.

Di Jepang juga diterapkan dengan istilah wajib belajar 9 tahun. Karena sifatnya yang “wajib”, jadi jika ada warga negara yang melanggar, maka akan dikenakan sanksi. Untuk mendukung program ini, semua biaya pendidikan akan digratiskan baik dari segi biaya pendidikan maupun fasilitasnya seperti buku-buku dan lainnya.

Di Jepang Pendidikan dasar tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi siswa yang telah menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik ke kelas dua, demikian seterusnya. Tidak ada sistem kenaikan kelas dan ujian kenaikan kelas atau kelulusan di SD, SMP, karena SD dan SMP masih termasuk kelompok compulsory education, sehingga siswa yang telah menyelesaikan studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP. Selanjutnya siswa lulusan SMP dapat memilih SMA yang diminatinya, tetapi kali ini mereka harus mengikuti ujian masuk SMA yang bersifat standar, artinya soal ujian dibuat oleh Educational Board. 

  •  Kurikulum TK : level pendidikan taman kanak-kanak (TK), di Jepang lebih cenderung merupakan lembaga pengembangan dan pelatihan kebiasaan sehari-hari. Karena itu pendidikan di level TK bukanlah pengajaran, tatapi lebih tepat disebut pendidikan.


  •   Kurikulum SD : sifat dan karakteristik kurikulum di Jepang hampir sama dengan kurikulum SD di Indonesia.Hanya yang membedakan adalah pada mata pelajaran kebiasaan hidup yang umumnya diajarkan di kelas 1 dan 2. Tujuan utama diajarkan mata pelajaran ini adalah untuk mengenalkan dan membiasakan anak-anak pada pola hidup mandiri. Daripada mengajarkan mata pelajaran IPA dan IPS, Jepang lebih memilih memperkenalkan tata cara kehidupan sehari-hari. Pembelajaran utama seperti bahasa Jepang dan berhitung mempunyai porsi yang lebih dibanding pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran moral diadakan sekali dalam seminggu dengan penekanan pada sisi non-akademis dan dijalankan melalui rutinitas sekolah dan interaksi sehari-hari seperti pembersihan kelas dan kegiatan makan siang di sekolah. pendidikan bersifat estetik berupa musik dan menggambar juga diajarkan dalam porsi besar di kelas 1 dan 2.


  • Kurikulum SMP : Untuk pendidikan SMP, kurikulum menitik beratkan pada pendidikan bahasa Jepang, matematika, IPA dan IPS. Sedangkan pendidikan bahasa asing seperti Inggris dan Jerman tidak diwajibkan dan hanya bersifat pilhan bagi murid. Disini mereka akan dipersiapkan untuk ujian masuk SMA.


  • Kurikulum SMA : Ada tiga macam jenis pendidikan menengah atas, yaitu sistem full-time, part-time, dan korespondensi. Sistem full time membutuhkan waktu 3 tahun, sedangkan dua sistem yang lainnya memerlukan waktu lebih dari 3 tahun.Sifat khas kurikulum SMA adalah kompleksnya pelajaran yang diajarkan. Contohnya pelajaran bahasa Jepang yang mulai dikelompokkan menjadi literatur klasik dan modern. Penjurusan dilakukan di kelas 3, jurusan yang ada meliputi IPA dan budaya/sosial. tetapi seiring berjalannya waktu penjurusan mengalami perkembangan karena banyaknya lulusan SMA yang memilih akademi yang terkait dengan teknik, pertanian, perikanan, kesejahteraan masyarakat, dan lain lain.


Di Jepang memperlakukan kegiatan belajar di luar secara berkala, mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan lahan pertanian atau perkebunan untuk belajar memetik teh, jeruk dan menggali umbi-umbian, bahkan sampai belajar menanam padi di sawah. Di lain waktu, siswa secara berkelompok diajarkan cara menumpang kereta (densha) untuk melatih kemandirian, selain itu diselingi kegiatan wawancara dengan berbagai narasumber kemudian menjadi bahan untuk presentasi di depan kelas.



Sepertinya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tidak hanya bergantung pada sistem pendidikan itu sendiri, tapi setiap sistem dan orang di dalamnya seperti guru dan para pelajar pun harus ikut mendukung untuk mencapai visi dan misi yang sama. Jadi, Jepang dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas pun tidak semata-mata dengan hasil instan tapi dengan proses yang hampir sama dengan negara maju lain pada umumnya. Well, setiap kelebihan pasti ada kekurangan, termasuk juga sistem pendidikan di Jepang. Terlepas dari itu semua, kita harus mengakui bahwa Jepang memiliki sistem pendidikan yang bisa dibilang nyaris sempurna. 



Pendidikan di Indonesia, peringkat terendah??



Pendidikan Finlandia Terbaik Dunia
Sistem pendidikan Finlandia adalah yang terbaik di dunia. Rekor prestasi belajar siswa yang terbaik di negara-negara OECD dan di dunia dalam membaca, matematika, dan sains dicapai para siswa Finlandia dalam tes PISA.  Amerika Serikat dan Eropa, seluruh dunia gempar.

Untuk setiap bayi yang lahir kepada keluarganya diberi maternity package yang berisi 3 buku bacaan untuk ibu, ayah, dan bayi itu sendiri. Alasannya, PAUD adalah tahap belajar pertama dan paling kritis dalam belajar sepanjang hayat. Sebesar 90% pertumbuhan otak terjadi pada usia balita dan 85% brain paths berkembang sebelum anak masuk SD (7 tahun).

Kegemaran membaca sangat aktif didorong oleh pemerintah. Finlandia menerbitkan lebih banyak buku anak-anak daripada negeri mana pun di dunia. Guru diberi kebebasan melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks. Stasiun TV menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish sehingga anak-anak jugamembaca waktu nonton TV tidak hanya mendengar saja.

keunggulan mutu pendidikan Finlandia itu tidak mengherankan karena negeri ini amat kecil dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta jiwa,  penduduknya homogen,  dan negaranya sudah eksis sekian ratus tahun. Sebaliknya,  penduduk Indonesia lebih dari 220 juta jiwa, amat majemuk terdiri dari beragam suku, agama, budaya, dan latar belakang sosial.  Indonesia baru merdeka 66 tahun.
 Hal-hal yang mendukung kemajuan pendidikan di Finlandia sebagai berikut ini:
1.                  Setiap anak diwajibkan mempelajari bahasa Inggris serta wajib membaca satu buku setiap minggu.
2.                  Sistem pendidikannya yang gratis sejak TK hingga tingkat universitas.
3.                  Wajib belajar diterapkan kepada setiap anak sejak umur 7 tahun hingga 14 tahun.
4.                  Selama masa pendidikan berlangsung, guru mendampingi proses belajar setiap siswa, khususnya mendampingi para siswa yang agak lamban atau lemah dalam hal belajar. Malah terhadap siswa yang lemah, sekolah menyiapkan guru bantu untuk mendampingi siswa tersebut serta kepada mereka diberikan les privat.
5.                  Setiap guru wajib membuat evaluasi mengenai perkembangan belajar dari setiap siswa.
6.                  Ada perhatian yang khusus terhadap siswa-siswa pada tahap sekolah dasar, karena bagi mereka, menyelesaikan atau mengatasi masalah belajar bagi anak umur sekitar 7 tahun adalah jauh lebih mudah daripada siswa yang telah berumur 14 tahun.
7.                  Orang tua bebas memilih sekolah untuk anaknya, meskipun perbedaan mutu antar-sekolah amat sangat kecil.
8.                  Semua fasilitas belajar-mengajar dibayar serta disiapkan oleh negara.
9.                  Negara membayar biaya kurang lebih 200 ribu Euro per siswa untuk dapat menyelesaikan studinya hingga tingkat universitas.
10.              Baik miskin maupun kaya semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar serta meraih cita-citanya karena semua ditanggung oleh negara
11.              Pemerintah tidak segan-segan mengeluarkan dana demi peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.
12.              Makan-minum di sekolah serta transportasi anak menuju ke sekolah semuanya ditangani oleh pemerintah.
13.              Biaya pendidkan datang dari pajak daerah, provinsi, serta dari tingkat nasional.
14.              Mengenai para prospek karier dan kesejahteraan, setiap guru menerima gaji rata-rata 3400 euro per bulan setara 42 juta rupiah. Guru disiapkan bukan saja untuk menjadi seorang profesor atau pengajar, melainkan disiapkan juga khususnya untuk menjadi seorang ahli pendidikan. Makanya, untuk menjadi guru pada sekolah dasar atau TK saja, guru itu harus memiliki tingkat pendidikan universitas.

Sedangkan, Kebijakan-kebijakan pendidikan Indonesia cenderung tentatif, suka coba-coba, dan sering berganti.
Lalu bagaimana dengan kebijakan pendidikan Indonesia jika dibandingkan dengan Finlandia?
1.                  Pendidikan di Indonesia di penuhi dengan test evaluasi seperti ulangan harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan umum / kenaikan kelas, dan ujian nasional. Finlandia menganut kebijakan mengurangi tes jadi sesedikit mungkin. Tak ada ujian nasional sampai siswa yang menyelesaikan pendidikan SMA mengikuti matriculation examination untuk masuk PT.
2.                  KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) menyebabkan siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial dan masih ada tinggal kelas. Sebaliknya, Finlandia menganut kebijakan automatic promotion, naik kelas otomatis. Guru siap membantu siswa yang tertinggal sehingga semua naik kelas.
3.                  Pemberian tugas Pekerjaan Rumah (PR) di sekolah Indonesia dianggap penting untuk mendisiplikan siswa rajin belajar. Sebaliknya, di Finlandia PR masih bisa ditolerir tapi maksimum hanya menyita waktu setengah jam waktu anak belajar di rumah.
4.                  Kualifikasi guru SD Indonesia masih mengejar setara dengan S1, di Finlandia semua guru tamatan S2.
5.                  Indonesia masih menerima calon guru yang lulus dengan nilai pas-pasan, sedangkan di Finlandia the best ten lulusan universitas yang diterima menjadi guru.
6.                  Indonesi masih sibuk memaksa guru membuat silabus dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE (Buku Sekolah Elektronik), di Finlandia para guru bebas memilih bentuk atau model persiapan mengajar dan memilih metode serta buku pelajaran sesuai dengan pertimbangannya.
7.                  Jarang sekali guru di Indonesia yang menciptakan suasana proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar aktif. Bahkan lebih didominasi metode belajar  mengajar satu arah  seperti ceramah yang membosankan.Di Finlandia terbanyak guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan melalui implementasi belajar aktif dan para siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Motivasi intrinsik siswa adalah kata kunci keberhasilan dalam belajar.
8.                  Di Indonesia dikembangkan pengkatasan kelas yaitu klasifikasi kualitas kelas dalam kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak lamban berbahasa Indonesia dan kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) dan membuat pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional, sekolah nasional plus, sekolah berstandar internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah swasta yang dianaktirikan). Sebaliknya di Finlandia, tidak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah. Sekolah swasta mendapatkan besaran dana yang sama dengan sekolah negeri.
9.                  Finlandia pelajaran bahasa Inggris mulai diajarkan dari kelas III SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa, membuka kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan menghargai keanekaragaman kultural.
10.              Jumlah hari Sekolah di Indonesia terlalu lama yaitu 220 hari dalam setahun (termasuk negara yang menerapkan jumlah hari belajar efektif dalam setahun yang tertinggi di dunia). Sebaliknya, siswa-siswa Finlandia ke sekolah hanya sebanyak 190 hari dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di Indonesia. Kita masih menganut pandangan bahwa semakin sering ke sekolah anak makin pintar, mereka malah berpandangan semakin banyak hari libur anak makin pintar. Bahkan terkadang para guru mesih memberikan tugas sekolah selama masa liburan sehingga sekolah merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan.



Pendidikan Seperti Apa Yang Harus Kita Capai????



Pemahaman dan pandangan tentang mutu pendidikan selama ini sangat beragam. Orangtua memandang pendidikan yang bermutu sebagai lembaga pendidikan yang megah, gedung sekolah yang kokoh, taman sekolah yang indah, dan seterusnya. Para ilmuwan memandang pendidikan bermutu sebagai sekolah yang siswanya banyak menjadi pemenang dalam berbagai lomba atau olimpiade di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Orang kaya tentu memiliki pandangan yang berbeda pula. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang diperoleh anaknya dengan membayar uang sekolah yang setinggi langit untuk memperoleh berbagai paket kegiatan ekstrakurikuler. Berbagai predikat lembaga pendidikan sekolah telah lahir, seperti sekolah favorit, sekolah unggulan, sekolah plus, kelas unggulan. Ada pula berbagai predikat lembaga pendidikan yang juga muncul, seperti boarding school, full day school, sekolah nasional berwawasan internasional, sekolah alam, dan sekolah berwawasan internasional. Semua sebutan itu tidak lain untuk menunjukkan aspek mutu pendidikan yang akan diraihnya.
Orang tua juga seringkali mengikutkan anaknya berbagai macam les tambahan di luar sekolah seperti les matematika, les bahasa inggris, les fisika dan lain-lain. Orang tua ingin memiliki anak yang pintar berhitung, mahir berbahasa inggris, jago fisika dan lain sebagainya. Saya yakin orang tua melakukan itu untuk mendukung anaknya agar tidak tertinggal atau menjadi yang unggul di sekolah. Bahkan, terkadang ide awal mengikuti les tersebut tidak datang dari si anak, namun datang dari orang tua. Benar tidak?
Sebenarnya ada hal lain dari seorang anak yang tak kalah penting yang tanpa disadari oleh orang tua telah. Apa itu? Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak. Saya mengatakan hal ini bukan berarti pendidikan kognitif tidak penting, bukan seperti itu!. Maksud saya, pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.
Ada sebuah kata bijak mengatakan, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Lalu apa sih pendidikan karaker itu?
Jadi, Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.